PROBLEM BANJIR DI KOTA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah negara perairan dengan ribuan
sungai dan ratusan laut di dalamnya. Lebih dari 500 sungai tersebut
berpotensi besar menimbulkan banjir. Hal ini menyebabkan Indonesia menjadi
negara yang sangat rawan banjir. Namun pada dasarnya, terdapat beberapa faktor
yang menyebabkan hal itu terjadi, yaitu: peristiwa alam, kerusakan sistem
drainase dan degradasi lingkungan yang disebabkan oleh ulah manusia.
Banjir tidak hanya memberikan dampak yang buruk pada
lingkungan, tapi juga terhadap kesehatan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. Terlebih lagi banjir menelan banyak
korban jiwa dan menghancurkan banyak fasilitas umum. Masyarakat dan pemerintah
mendapat kerugian besar atas bencana ini. Masalah ini tidak bisa dibiarkan
terus berlanjut. Pencegahan-pencegahan harus segera dilakukan sebelum masalah
ini menyebabkan kerugian lain yang lebih besar. Pemerintah dan masyarakat harus
bersama-sama melakukan pencegahan dini. Tidak cukup dengan perbaikan struktural
saja, perbaikan non-struktural pun harus dilakukan. Keduanya harus dilakukan
secara seimbang dan saling melengkapi. Hal inilah yang membuat upaya-upaya
pemerintah dalam penganggulangan banjir terus menuai kritik, karena tebukti
gagal. Selama ini pemerintah hanya terus mengutamakan pembangunan struktural
saja tanpa memperdulikan pembangunan non-struktural. Pemerintah juga
harus melakukan pendekatan non-struktural. Karena kedua pendekatan tersebut
harus berjalan dengan seimbang.
Pemerintah
harus melakukan pendekatan struktural seperti pembenahan saluran-saluran
permukaan dan pembenahan kolam-kolam retensi yang tidak tidak berfungsi secara
maksimal. Sedangkan masyarakat harus mulai dari perbaikan moral dan menumbuhkan
kesadaran diri sendiri akan lingkungan. Mulai dari menjaga kebersihan, membuat
resapan dari limbah rumah tangga dan membuat sumur resapan kecil. Hal-hal kecil
inilah yang akan membuat perubahan besar. Lingkungan akan kembali seperti dulu
jika langkah-langkah ini dilaksanakan. Satu kemenangan pun bisa kita dapatkan
karena telah berhasil membuat sebuah perubahan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, didapat bahwa pembangunan
struktural dan non-struktural harus berjalan seimbang dalam menanggulangi
banjir. Didapat sebuah pertanyaan besar “Bagaimana cara mencegah banjir dengan
cara pembangunan fisik dan non fisik?” Tulisan inilah jawaban yang dianggap
penulis tepat untuk pertanyaan tersebut. Langkah-langkah yang akan dibahas
dalam tulisan ini guna menjadi solusi yang tepat, antara lain:
1. Pembuatan
Biopori, komposisi, fungsi dan penggunaannya.
2. Pembuatan Sumur
Resapan, skema serta penerapannya.
3. Pembenahan saluran-saluran permukaan
4. Pembuatan Kolam
Retensi dan fungsinya.
5. Mengubah
prilaku, pola pikir serta budaya masyarakat.
1.3. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat yang diharapkan dari upaya-upaya
yang dilakukan dalam pencegahan banjir dalam tulisan ini, antara lain:
1. Mencegah terjadinya banjir atau
setidaknya mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan seandainya terjadi.
2. Pembenahan
infrastruktur kota dalam hal system drainase.
3. Menyeimbangkan neraca hidrologi.
4. Membuat lingkungan kembali nyaman
dan sehat.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1. Jenis-jenis Banjir
Banjir
adalah tergenang dan terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume
air yang meningkat. Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang berlebihan di
suatu tempat. Hal ini disebabkan oleh peristiwa alam ataupun oleh ulah manusia.
2.1.1. Banjir (air)
Banjir ini diakibatkan meluapnya air sungai, got,
gorong-gorong atau saluran air lainnya karena debit atau jumlah air melebihi
kapasitas saluran air yang ada. Luapan air tersebut bahkan dapat sangat
berbahaya dan tingginya dapat melampui atap sebuah rumah.
2.1.2. Banjir
Cileuncang
Di daerah bandung dan sekitarnya ada istilah “banjir
cileuncang” atau banjir dadakan. Banjir ini terjadi jika air yang dihasilkan
dari hujan lebat tidak dapat segera dibuang melalui saluran
air/drainase/gorong-gorong/got yang ada disamping jalan. Analogi yang tepat
untuk hal ini adalah ketika anda mengisi air/minyak menggunakan corong, maka
kadang akan terlihat air/minyak yang anda isikan akan dapat naik sampai ke bibir
corong walaupun akhirnya air/minyak tersebut akan habis masuk ke dalam saluran
corong.
2.1.3. Banjir
Pasang Laut (Rob)
Rob merupakan banjir akibat laut pasang yang sangat
tinggi. Karena terlalu tingginya pasang air laut tersebut, air yang berasal dari
sungai seakan-akan akan tertahan dan mengikuti tingginya permukaan air laut.
Air akan meluap bila tingginya melebihi tinggi sisi sungai atau tanggul dari
sungai. Banjir ini umumnya terjadi di Jakarta. Selain karena dampak pemanasan
global, juga akibat menurunnya permukaan tanah di Jakarta secara umum.
2.1.4. Banjir
Bandang
Banjir bandang merupakan banjir yang
terdiri dari campuran air dan lumpur / tanah. Banjir ini lebih berbahaya
daripada banjir biasa. untuk ketinggian banjir yang sama, banjir bandang
memiliki efek menghancurkan dan menghanyutkan yang lebih besar. Sehingga tidak
jarang banjir bandang ini selain membawa lumpur, juga membawa muatan
bahan-bahan atau barang-barang dari daerah yang telah dilalui sebelumnya,
seperti kayu, batu, pohon, rumah dan lain sebagainya. Sehingga efek
menghancurkannya pun akan menjadi lebih besar lagi. Seorang ahli renang pun
dapat tenggelam dalam banjir bandang.
2.2. Faktor-Faktor Terjadinya Banjir
Banjir
merupakan suatu bencana yang tidak bisa kita hindari. Banjir bisa terjadi
dimana saja, baik di tempat yang tinggi maupun di tempat yang rendah. Terdapat
dua fakor yang menyebakan terjadinya banjir, yaitu faktor alam dan faktor
campur tangan manusia.
2.2.1. Faktor Alam
Pada
dasarnya faktor utama terjadinya banjir adalah curah hujan yang tinggi. Curah
hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode
tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal
bila tidak terjadi evaporsi, run off dan infiltrasi.
Intensitas curah hujan ditentukan oleh perubahan pada
pola iklim. Namun, pola iklim sudah tidak berjalan normal lagi. Banyak
peristiwa-peristiwa alam yang tercipta karena siklus alam ataupun karena
ulah-ulah manusia yang mempengaruhi pola iklim. Peristiwa tersebut antara lain
pemanasan global, fenomena La Nina dan MJO (Madden-Julian Oscillation).
Peristiwa inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan curah hujan di atas
normal. Curah hujan yang berintensitas sangat tinggi dalam jangka waktu yang tidak
terlalu lama. Hal ini menyebabkan jaringan drainase kelebihan volume air dari
batas tampungnya dan membuat beberapa sungai meluap. Air tersebut menggenangi
daratan dan mulai menghancurkan permukaan-permukaan jalan. Ini adalah awal dari
peristiwa terjadinya banjir.
Jumlah curah hujan merata sebesar 2000-3600 mm di
Indonesia sepanjang tahunnya. Jika terkonsentrasi 2-3 bulan secara terus
menerus maka energi kinektiknya akan menimbulkan penghancuran tanah yang
selanjutnya akan terangkut atau hanyut ke sungai. Jika daya angkut lebuh kecil
dari total tanah yang dihancurkan maka akan terjadi pengendapan (Hardjowigeno,
1992). Pengendapan-pengendapan tersebut menjadi salah satu hal yang menyebabkan
sungai menjadi dangkal, sehingga mengurangi kapasitas penampungan air hujan.
2.2.2. Faktor Campur Tangan Manusia
Selain
peristiwa alam, campur tangan manusia juga menjadi salah satu faktor yang besar
menyebabkan banjir. Baik pemerintah maupun masyarakat semua bertanggung jawab
untuk hal ini. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Tata letak kota yang mengabaikan
keseimbangan alam.
Aktivitas tata guna lahan dengan tidak memperhatikan
kaidah-kaidah konservasi tanah dan air. Kegiatan tersebut merusak hutan dan
pemadatan tanah sehingga mempengaruhi kemampuan tanah dalam meloloskan air yang
mempercepat proses terjadinya banjir.
2. Kurangnya lahan resapan air.
Lahan yang semula digunakan untuk daerah resapan air,
sekarang dibangun rumah tinggal/ pertokoan/ perkantoran/ pabrik yang kurang
menyediakan saluran air. Semakin banyak permukiman yang dibangun berarti
semakin banyak daerah resapan yang hilang, maka semakin besar pula potensi
mengalami banjir.
3.
Kegagalan
mengelola atau mengatur system-sistem drainase
Sebenarnya kegagalan bukan terjadi pada saat mengatur
system-sistem tersebut, melainkan kesalahan pada saat perancangan. Banyak
system-sistem drainase dibuat tidak sesuai dengan kontur yang ada sehingga
aliran air tidak berfungsi sesuai yang direncanakan.
4. Pembangunan rumah di bantaran
sungai.
Pembangunan rumah-rumah tersebut membuat penyempitan badan
sungai. Pembangunan ini tidak melihat dampak yang ditimbulkannya akan sangat
merugikan mulai dari lingkungan sampai ke perekonomian.
5. Kurangnya kesadaran
masyarakat.
Prilaku dan
kebiasaan masyarakat sulit sekali diubah. Masyarakat sudah terbiasa membuang
sampah dan limbah rumah tangga ke aliran sungai. Sehingga sampah tersebut
menyebabkan sungai menjadi dangkal dan sampah tersebut mnyumbat dan menghambat
aliran air.
6. Penebangan pohon di hutan.
Penebangan pohon di hutan menyebabkan kurangnya kekuatan
tanah dalam menahan air dan merusak neraca hidrologi.
2.3. Dampak-dampak yang Diakibatkan
Banjir
Banjir
yang melanda Indonesia meiliki dampak yang sangat besar beagi kehidupan
masyarakat. Kejadian ini tidak hanya mempengaruhi aktivitas masyarakat, tetapi
juga mengancam kesejahteraan rakyat di semua elemen masyarakat, diantaranya:
1. Seorang investor akan berfikir dua
kali untuk merealisasikan investasinya di daerah yang rawan bencana. Banyak investor
yang akan lari ke luar negeri dan tentu saja beberapa perindustrian akan mati. Tentu saja hal ini akan sangat
menghambat jalannya perekonomian.
2. Menghambat akses transportasi, baik darat maupun udara.
3. Ancaman wabah penyakit pasca banjir. Banyak bakteri,
virus, parasit dan bibit penyakit lainnya yang tersebar bersama banjir.
4. Ancaman gizi penduduk yang tempat
tinggalnya terkena bencana banjir. Korban tidak akan bias melanjutkan hidup
selayak sebelumnya tanpa bantuan dari para donator.
5. bertambahnya angka kemiskinan di Indonesia.
2.4. Kerugian Akibat Banjir
Tidak
ada sesuatu yang baik dari banjir yang bisa kita dapatkan, hanya sesuatu yang
buruk. Hanya ada satu kata yang tepat menggambarkannya yaitu “Kerugian”. Begitu
banyak kerugian yang harus ditanggung baik materi dan non-materi. Penulis
memberikan beberapa contoh kejadian banjir dan betapa besar kerugian yang
ditimbulkannya.
2.4.1. Banjir di Jawa Barat
Total kerugian akibat bencana banjir di Kab. Bandung
dan Kab. Karawang beberapa waktu lalu mencapai Rp 60 miliar. Tingginya nilai
kerugian tersebut disebabkan oleh banyaknya rumah warga yang mengalami
kerusakan. Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Jabar, kerugian akibat bencana banjir di Kab. Bandung mencapai Rp 40 miliar dan
Rp 20 miliar di Kab. Karawang. Sedangkan bantuan yang mengalir untuk korban
banjir di dua daerah itu hanya sekitar Rp 20 miliar, yakni Rp 10 miliar dana on
call BPBD Jabar dan sisanya dari sumbangan para pengusaha serta perbankan yang
ada di Jabar.
2.4.2. Banjir di
Sumatera 2009
Perkiraan total kerugian langsung akibat banjir yang
melanda Pulau Sumatera sejak bulan Maret hingga November 2008 mencapai Rp500
miliar per tahun. Diperlukan sebuah usaha bahu-membahu untuk mendorong pemerintah
segera melakukan restorasi kawasan ekologi genting. Usaha-usaha tersebut sangat
diperlukan agar lingkungan yang telah rusak cepat pulih dan bencana dapat
dikurangi.
Sejak bulan Maret 2008 telah terjadi 34 kali banjir di
Sumatera. Di provinsi Aceh terjadi lima kali banjir yang meliputi Kabupaten
Aceh Selatan, Aceh Tamiang, Singkil, dan Aceh Tenggara. Sedangkan di propinsi
Sumatera Utara, banjir terjadi sebanyak sembilan kali meliputi delapan
kabupaten/kota. Intensitas tertinggi melanda Kabupaten Asahan sebanyak tiga
kali dan Kabupaten Batubara dua kali.
Di provinsi Riau banjir terjadi lima kali. Intensitas
tertinggi melanda Kota Pekan Baru yaitu sebanyak tiga kali, sedangkan kabupaten
yang juga terkena banjir adalah Rokan Hilir dan Dumai. Sedangkan di
Lampung dalam satu tahun ini telah dilanda lima kali banjir dengan intensitas
tertinggi terdapat di kota Bandar Lampung sebanyak dua kali. Sumatera Utara,
Aceh, Riau dan lampung merupakan provinsi yang paling sering dilanda banjir dan
provinsi-provinsi tersebut juga merupakan provinsi yang meliki sumber daya
hutan terluas di Indonesia.
2.4.3. Banjir di
Jakarta 2007
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengumumkan,
nilai kerusakan dan kerugian akibat banjir di Jakarta dan sekitarnya pada awal
bulan ini ditaksir mencapai Rp 8,8 triliun. Kerugian itu terdiri, Rp 5,2
triliun kerugian ekonomi langsung dan Rp 3,6 triliun kerugian tak langsung.
Kerugian langsung menimpa aset milik swasta senilai Rp 4,5 triliun dan aset
milik pemerintah Rp 650 miliar. Kerugian tidak langsung dialami sektor usaha
dan asuransi.
Penghitungan kerugian itu dilakukan pada 5-15 Februari
oleh Tim Bappenas dengan bantuan teknis United Nations Development Program
(UNDP). Metode yang digunakan dari ECLAC (UN-Economic Commision for Latin
Amerika and Caribbean/ Komisi Ekonomi PBB untuk Amerika Latin dan Negara-negara
Karibia). Metode itu sudah umum digunakan internasional. Komponen yang dinilai
mencakup sektor perumahan, infrastruktur, sosial, ekonomi, dan lingkungan
hidup, pemerintah dan keuangan perbankan.
BAB III
METODE PENULISAN
Kegiatan kajian literatur dilakukan dengan cara
mengumpulkan data dan informasi tentang penyebab banjir, kerugian yang
diakibatkan banjir dan upaya-upaya yang telah dilakukan dalam penanggungan
bencana ini. Selain kajian literatur, dilakukan juga kegiatan survei
aliran-aliran drainase dan beberapa sarana penanggualangan banjir di kota
Palembang, kota tempat penulis berdomisili.
Dari kegiatan tersebut, diperoleh data tentang
penyebab-penyebab terjadinya banjir di Indonesia, kendala dalam pelaksanaan
kebijakan dan kesalahan perencanaan saluran drainase di Indonesia. Hasil kajian
literatur tersebut menjadi dasar dalam perencanaan penanggulangan banjir dengan
pembenahan struktural dan pendekatan non-struktural.
Kajian dilakukan secara nasional dengan lebih memfokuskan pada beberapa
kota sebagai kajian utama, yaitu:
1. Palembang (Sumatera Selatan), kota tempat penulis
berdomisili.
2. DKI Jakarta, ibukota Indonesia namun menjadi salah satu
kota yang sangat rawan bencana banjir.
3. Bandung, salah satu kota yang mempunyai system drainase
peninggalan Belanda.
BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS
Banyak upaya-upaya yang telah
dilakukan oleh pemerintah dalam menanggulangi banjir. Berbagai aspek menjadi
landasan dalam perencanan-perencanaan tersebut. Tapi semua usaha tidak berjalan
sesuai dengan yang diharapkan. Karena selama ini, pemerintah hanya memikirkan
pemecahan masalah dengan cara pembangunan fisik (struktural) saja tanpa
memperdulikan aspek non-fisiknya. Upaya-upaya pembangunan fisik itu pun
mengabaikan peran alam sebagai induk dari semua permasalahan bencana ini. Maka
diperlukan keseimbangan dari semua itu dalam menyelesaikan masalah kita bersama
ini.
4.1. Pembangunan
Struktural
Penanggulangan banjir dengan cara pembangunan
struktural adalah dengan cara pembuatan infrastruktur berupa sistem drainase.
Pembuatan sistem drainase melingkupi pembuatan biopori, pembuatan sumur
resapan, pembenahan saluran drainase dan pembuatan kolam retensi.
4.1.1. Pembuatan
Biopori
Salah satu cara penanggulangan banjir adalah pembuatan
biopori. Biopori adalah lubang dengan diameter 10-30 cm dengan panjang 30-100
cm yang ditutupi sampah organic yang berfungsi menjebak air yang mengalir di
sekitarnya. Pembuatan biopori merupakan salah satu solusi yang sangat tepat
dengan masalah di Indonesia. Karena cara ini bisa dilakukan oleh semua golongan
masyarakat. Ini adalah solusi yang tepat guna karena pembuatan biopori tidak
memerlukan biaya yang mahal dan tempat yang luas.
A. Fungsi dan
Manfaat Biopori
1. Meningkatkan
Daya Resapan Air
Kehadiran lubang resapan biopori secara langsung akan
menambah bidang resapan air, setidaknya sebesar luas kolom/dinding lubang.
Sebagai contoh bila lubang dibuat dengan diameter 10 cm dan dalam 100 cm maka
luas bidang resapan akan bertambah sebanyak 3140 cm2 atau hampir 1/3
m2. Dengan kata lain suatu permukaan tanah berbentuk lingkaran
dengan diamater 10 cm, yang semula mempunyai bidang resapan 78.5 cm2
setelah dibuat lubang resapan biopori dengan kedalaman 100 cm, luas bidang
resapannya menjadi 3218 cm2.
Dengan adanya aktivitas fauna tanah pada lubang
resapan maka biopori akan terbentuk dan senantiasa terpelihara keberadaannya.
Oleh karena itu bidang resapan ini akan selalu terjaga kemampuannya dalam
meresapkan air. Dengan demikian kombinasi antara luas bidang resapan dengan
kehadiran biopori secara bersama-sama akan meningkatkan kemampuan dalam
meresapkan air.
2. Mengubah
Sampah Organik Menjadi Kompos
Lubang resapan biopori "diaktifkan" dengan
memberikan sampah organik kedalamnya. Sampah ini akan dijadikan sebagai sumber
energi bagi organisme tanah untuk melakukan kegiatannya melalui proses
dekomposisi. Sampah yang telah didekompoisi ini dikenal sebagai kompos. Dengan
melalui proses seperti itu maka lubang resapan biopori selain berfungsi sebagai
bidang peresap air juga sekaligus berfungsi sebagai "pabrik" pembuat
kompos. Kompos dapat dipanen pada setiap periode tertentu dan dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada berbagai jenis tanaman, seperti tanaman
hias, sayuran dan jenis tanaman lainnya. Bagi mereka yang senang dengan
budidaya tanaman/sayuran organik maka kompos dari LRB (Lubang Resapan Biopori)
adalah alternatif yang dapat digunakan sebagai pupuk sayurannya.
3. Memaksimalkan Peran
dan Aktivitas Flora dan Fauna Tanah
Lubang Resapan Biopori diaktikan oleh organisme tanah,
khususnya fauna tanah dan perakaran tanaman. Aktivitas merekalah yang
selanjutnya akan menciptakan rongga-rongga atau liang-liang di dalam tanah yang
akan dijadikan "saluran" air untuk meresap ke dalam tubuh tanah.
Dengan memanfaatkan aktivitas mereka maka rongga-rongga atau liang-liang
tersebut akan senantiasa terpelihara dan terjaga keberadaannya sehingga
kemampuan peresapannya akan tetap terjaga tanpa campur tangan langsung dari
manusia untuk pemeliharaannya. Hal ini tentunya akan sangat menghemat tenaga
dan biaya. Kewajiban faktor manusia dalam hal ini adalah memberikan pakan
kepada mereka berupa sampah organik pada periode tertentu. Sampah organik yang
dimasukkan ke dalam lubang akan menjadi humus dan tubuh biota dalam tanah,
tidak cepat diemisikan ke atmosfir sebagai gas rumah kaca; berarti mengurangi
pemanasan global dan memelihara biodiversitas dalam tanah.
B.
Komposisi Biopori
C. Cara
Pembuatan Biopori
1.
Membuat
lubang silindris di tanah dengan diameter 10-30 cm dan kedalaman 30-100 cm
serta jarak antar lubang 50-100 cm.
2.
Mulut lubang
dapat dikuatkan dengan semen setebal 2 cm dan lebar 2-3 centimeter serta
diberikan pengaman agar tidak ada anak kecil atau orang yang terperosok.
3.
Lubang diisi
dengan sampah organik seperti daun, sampah dapur, ranting pohon, sampah makanan
dapur non kimia, dsb. Sampah dalam lubang akan menyusut sehingga perlu diisi
kembali dan di akhir musim kemarau dapat dikuras sebagai pupuk kompos alami.
4.
Jumlah
lubang biopori yang ada sebaiknya dihitung berdasarkan besar kecil hujan, laju
resapan air dan wilayah yang tidak meresap air dengan rumus = intensitas hujan
(mm/jam) x luas bidang kedap air (meter persegi) / laju resapan air perlubang
(liter / jam).
4.1.1. Pembuatan
Sumur Resapan
Sumur resapan adalah sumur yang dibuat untuk membantu
penyerapan air ke dalam tanah. Sumur ini sifatnya dangkal, berada diatas muka
air tanah. Fungsi sumur ini adalah untuk mengembalikan siklus air sesuai dengan
alamnya dan membantu air hujan meresap ke dalam tanah, sehingga mencegah banjir
(Hanna, 2008).
A. Pihak-pihak
yang Wajib Membuat Sumur Resapan
·
Setiap pemohon IMB.
·
Setiap bangunan yang telah berdiri dan belum mempunyai sumur resapan.
·
Setiap bangunan yang menutup permukaan tanah
·
Setiap pengguna sumur dalam.
·
Setiap bangunan berpondasi tiang pancang.
·
Setiap pemanfaatan air tanah lebih dari 40 m.
·
Setiap industri yang memanfaatkan air tanah permukaan.
· Setiap
pengembang yang memanfaatkan lahan lebih dari 5000 m2, wajib
menyediakan 1% dari lahannya untuk kolam resapan diluar perhitungan sumur
resapan.
B. Syarat-syarat
Pembuatan Sumur Resapan
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Tata Cara
Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk lahan pekarangan, persyaratan umum
yang harus dipenuhi ialah :
1.
Sumur
resapan harus berada pada lahan yang datar, tidak pada tanah berlereng, curam,
atau labil.
2.
Sumur
resapan juga dijauhkan dari tempat penimbunan sampah, jauh dari septic
tank (minimum lima meter diukur dari tepi), dan berjarak minimum satu meter
dari pondasi bangunan.
3.
Bentuk sumur
itu sendiri boleh bundar atau persegi empat, sesuai selera. Penggalian sumur
resapan bisa sampai tanah berpasir atau maksimal dua meter di bawah permukaan
air tanah.
4.
Air yang
masuk ke dalam tanah adalah air yang tidak tercemar
5.
Harus
memperhatikan peraturan daerah setempat.
6.
Hal-hal yang
tidak memenuhi ketentuan ini harus disetujui instansi yang berwenang.
C. Tujuan dan
Manfaat Pembuatan Sumur Resapan
Tujuan dibuatnya sumur resapan antara lain:
1. Menurunkan laju aliran permukaan (run-off).
2. Meningkatkan infiltrasi.
3. Mengurangi evoporasi.
4. Penyeimbang neraca hidrologi.
Sedangkan manfaat yang didapat dari pembuatan sumur
resapan, antara lain:
1. meningkatkan ketersediaan air daerah di bawahnya.
2. Mengurangi resiko kekeringan di musim kemarau dan
bahaya banjir di musim penghujan.
3. Menyeimbangkan neraca hidrologi agar rasio perbedaan
antara musim hujan dan kemarau tidak terlalu tajam.
4. Meningkatkan resapan air ke dalam tanah (infiltrasi).
4.1.1. Pembenahan
Saluran Drainase
Saluran drainase adalah saluran-saluran berbentuk
persegi atau trapesium yang berfungsi mengalirkan/menyalurkan air limbah dan
air hujan ke tempat penampungannya. Salah satu faktor utama penyebab banjir di
Indonesia adalah buruknya penanganan masalah drainase kota, khususnya saluran
permukaan. Banyak saluran-saluran drainase di kota-kota besar yang tidak
berfungsi secara maksimal. Bahkan saluran drainase yang awalnya difungsikan
untuk menaggulangi banjir inilah yang menjadi salah satu penyebab banjir.
Faktor-faktor yang menyebabkannya, antara lain:
1.
Elevasi
permukaan dan saluran drainase yang tidak sesuai. Permukaaan saluran lebih
tinggi dari permukaan jalan, sehingga proses pengaliran pun berlawanan dari
rencana.
2.
Arah aliran
saluran drainase tidak sesuai dengan arah aliran sungai.
3.
Terjadinya
ketidaksinambungan jaringan antara drainase lama dan drainase baru.
4.
Kesadaran
masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan, karena sampah-sampah
tersebutlah yang membuat saluran drainase tersumbat. Sehingga
membuat air-air di dalam saluran meluap ke permukaan jalan.
5.
Kerusakan
saluran yang disebabkan penggalian-penggalian pipa.
Upaya-upaya
yang harus dilakukan dalam pembenahan saluran drainase, antara lain:
1.
Mengubah
saluran terbuka menjadi saluran tertutup
Pemampatan saluran drainase adalah
salah satu faktor yang membuat air di dalam saluran meluap. Pemampatan tersebut
disebabkan oleh sampah-sampah yang dibuang oleh masyarakat. Untuk mengatasi hal
itu maka saluran terbuka harus diganti dengan saluran tertutup. Sehingga
kemungkinan terjadinya pemampatan pada saluran relatif kecil. Namun harus
diperhatikan juga jumlah lubang penyalur air dari jalan ke saluran. Sehingga
tidak terjadi genangan air. Salah satu solusinya adalah dengan membuat
lubang-lubang kecil di penutup saluran.
2.
Menambah
kedalaman saluran drainase
Intensitas curah hujan yang tinggi
dalam waktu yang lama membuat volume air melebihi daya tampung saluran. Hal itu
membuat air menggenang di jalan-jalan sebelum mengalir di saluran drainase.
Genangan tersebut lambat laun akan merusak bangunan infrastruktur lain. Untuk
menghindarinya, kedalaman saluran drainase harus ditambah hingga volume antara
air dan saluran drainase sama. Sehingga air tidak akan menggenang sebelum
mengalir di permukaan.
3. Membuat peraturan yang tegas tentang penggalian di
saluran drainase.
Banyaknya penggalian-penggalian
tanpa melakukan perbaikan setelahnya menjadi salah satu penyebab banjir.
Pemerintah harus menindak tegas perbuatan-perbuatan yang tak bertanggung jawab
ini. Pemerintah harus membuat undang-undang yang mengatur tentang hal ini. Jika
terjadi penggalian tanpa memperbaiki saluran setelahnya, maka pemerintah harus
memberi sanksi berupa denda.
4.1.1. Pembuatan
Kolam Retensi
Kolam retensi adalah sebuah lubang hasil pengerukan
yang digunakan sebagai tempat penampungan air sementara. Kolam retensi
merupakan salah satu penanggulangan banjir yang populer sekarang. Namun
terdapat sebuah kendala dalam penerpannya yaitu lahan yang akan digunakan.
Kota-kota besar yang sangat memerlukan kolam retensi selalu terbentur dengan
permasalahan lahan ini. Hal ini membuat pemerintah harus benar-benar
memperhatikan ketepatan lokasi perencanaan, agar kolam retensi yang sedikit
tersebut dapat memaksimalkan fungsinya guna mendapat manfaat yang besar.
Kedalaman kolam retensi idealnya 5 meter. Kedalaman
kolam retensi sangat berpengaruh dengan manfaat yang diberikannya, karena hal
ini berhubungan langsung dengan daya tampungnya. Penulis menyarankan kolam
retensi tersebut dilengkapi juga dengan pompa otomatis. Sehingga ketika volume
air melebihi daya tampung kolam, air tersebut dapat langsung di alirkan ke
sungai dan tidak terjadi peluapan air di kolam.
Fungsi-fungsi kolam retensi, antara lain:
·
Sebagai upaya penanggulangan banjir.
·
Sebagai resapan air menggantikan rawa yang semakin berkurang.
·
Sebagai upaya peningkatan infiltrasi air permukaan.
·
Sebagai taman kota.
4.1.1. Jaringan
Kerja Sistem Drainase
Jaringan
kerja:
1. Air-air hujan jatuh ke permukaan tanah dan meresap
melalui biopori. Air meresap melalui pori-pori tanah yang terbentuk dari aktivitas
hewan tanah.
2. Ketika volume air hujan yang jatuh ke permukaan tanah
melebihi daya serap biopori, maka air-air hujan tersebut dialirkan melalui
jaringan yang telah dibuat ke sumur-sumur resapan.
3. Air hujan terus meresap hingga volumenya melebihi daya
tampung sumur resapan. Kemudian air di alirkan ke saluran drainase.
4. Namun, air tersebut di hadang oleh biopori-biopori
yang dibuat di permukaan saluran sebelum air tersebut dialirkan. Kemudian
barulah air mengalir di saluran-saluran menuju tempat penampungan, kolam
retensi.
5. Air dari saluran ditampung di kolam retensi. Ketika
intesitas hujan terus meningkat dan membuat volume air melebihi batas maksimal,
maka pompa secara otomatis mengalirkan air tersebut ke sungai-sungai yang sudah
ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan.
4.2. Pendekatan
Non-struktural
Pendekatan non-struktural merupakan langkah yang
paling sulit dilakukan karena melibatkan banyak orang. Hasil yang ingin dicapai
dari langkah ini adalah kesadaran diri masyarakat tentang lingkungan.
Banyak upaya yang telah dilakukan mulai dari pembuatan hukum yang mengatur hal
itu sampai dengan penyuluhan-penyuluhan. Namun semuanya dinilai tidak efektif.
Karena kembali kepada pola pikir yang berkembang ditengah masyrakat. Pola pikir
yang menganggap pihak pemerintah dan hukum adalah sebuah aturan yang mengikat
dan menguntungkan pemerintahan sendiri. Hal ini membuat masyarakat tidak mau
mematuhi hukum walaupun untuk kebaikan masyarakat sendiri.
Seperti seorang ayah yang ingin mengajarkan anaknya
sesuatu hal yang baik, maka sang ayah tersebut harus menjadi figur yang bisa
diikuti dalam belajar hal baik tersebut. Begitu juga pemerintah sebagai orang
tua negeri ini harus menerapkan hal yang sama. Sebelum pemerintah memaksa
masyarakat untuk mengikuti peraturan yang dibuat, pemerintah tersebut harus
terlebihh dulu menerapkannya di lingkungan sendiri. Lambat laun masyarakat akan
melihat hal ini dan melakukannya dengan kemauan sendiri. Kesadaran diri
seseorang tidak bisa dipaksa tumbuh oleh orang lain Sebelum pemerintah memaksa
masyarakat untuk mengikuti peraturan yang dibuat, pemerintah tersebut harus
terlebihh dulu menerapkannya di lingkungan sendiri. Lambat laun masyarakat akan
melihat hal ini dan melakukannya dengan kemauan sendiri., melainkan seseorang tersebut
harus dibuat menumbuhkannya dengan kemauannya sendiri.
Penulis membuat beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah dalam
menumbuhkan kesadaran diri tersebut antara lain:
1. Pemerintah harus menjadi teladan yang peduli
lingkungan baik secara individu maupun secara kelompok. Pemerintah bisa
mengadakan kerja bakti di lingkungan pemerintahan secara berkala tanpa meminta
atau memaksa orang lain untuk ikut serta. Tindakan kebiasaan ini terus
ditumbuh-kembangkan akan membangkitkan kepercayaan masyarakat untuk
memperhatikan lingkungannya. Jadi menularkan kebiasaan baik melalui teladan
seperti ini.
2. Pemerintah harus mengembangkan dan memelihara visi
lingkungan hidup tanpa menggembar-gemborkan suatu standard operating processing
(SOP). Pemberian masukan yang selaras dengan struktur dan sistem yang ada dalam
masyarakat adalah cara yang tepat. Hal ini dilakukan untuk diproses dalam
pengembangan dan pengelolaan lingkungan sehingga menghasilkan output yang
menguntungkan masyarakat banyak. Terlebih lagi hal ini dapat menjadi contoh
bagi masyarakat
lainnya.
3. Pemerintah harus memberikan solusi dan gagasan kreatif
tentang lingkungan. Hal ini dilakukan agar masyarakat melakukannya dengan kemauan
sendiri dikarenakan adanya manfaat yang jelas di mata orang awam. Contoh:
Pemerintah memberikan seminar tentang pemanfaatan sampah secara sederhana
kepada masyrakat golongan rendah. Sehingga muncul kesadaran diri guna
menyelamat lingkungan juga untuk mengubah tingkat sosial.
4. Pemerintah harus memperbanyak tempat sampah. Minimnya
jumlah tempat pembuangan sampah inilah yang membuat masyarakat membuang sampah
sembarang.
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1.1. Kesimpulan
1.
Banjir adalah tergenang dan terbenamnya daratan (yang
biasanya kering) karena volume air yang meningkat.
2.
Faktor-faktor
penyebab banjir, antara lain:
·
Faktor alam:
curah hujan yang tinggi yang dipengaruhi oleh perubahan iklim.
·
Faktor
campur tangan manusia: tata letak kota yang mengabaikan keseimbangan alam,
kurangnya lahan resapan air, kegagalan system drainase dan kurangnya kesadaran
masyarakat akan lingkungan.
3.
Pembangunan
struktural dan non-struktural harus berjalan dengan seimbang. Pemerintah dan
masyarakat harus bersama membuat perubahan. Diawali dengan mengubah perilaku
dan menumbuhkan kesadaran diri akan kebersihan. Dilanjutkan dengan pembangunan
struktural yang melingkupi:
·
Pembuatan
Biopori (pemerintah dan masyarakat).
·
Pembuatan
sumur resapan (pemerintah dan masyarakat)
·
Pembenahan
sistem drainase (pemerintah)
·
Pembuatan
kolam retensi dan penerapan pompa potomatis (pemerintah).
1.2. Rekomendasi
1.
Perencana
harus memperhatikan kontur-kontur tanah dan daerah aliran sungai sebelum
merencanakan sistem drainase.
2.
Perencana
harus memperhatikan keseimbangan alam ketika merencanakan suatu pembangunan
sistem drainase. Sehingga tidak akan memberikan dampak yang negatif di kemudian
hari.
3.
Perencana
harus memperhatikan curah hujan ketika merencana volume saluran, sumur resapan
dan kolam retensi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar